BerandaUI/ UXKonsep Dasar Belajar Desain UI/ UX untuk Pemula

Konsep Dasar Belajar Desain UI/ UX untuk Pemula

Desain UI/UX (User Interface/User Experience) adalah proses merancang antarmuka pengguna yang efektif, intuitif, dan memuaskan bagi pengguna. Hal ini melibatkan pemahaman mendalam tentang pengguna, tujuan, dan konteks penggunaan, serta menggabungkan elemen-elemen desain visual. Jika Anda tertarik untuk menjadi seorang desainer aplikasi atau website, pelajari konsep dasar desain UI/ UX di bawah ini.

Desain UI (User Interface)

Desain UI merujuk pada proses merancang tampilan visual dari antarmuka pengguna. Ini melibatkan pengaturan elemen-elemen desain seperti tata letak, warna, tipografi, ikonografi, dan elemen grafis lainnya. Kemudian tujuan dari desain UI adalah untuk menciptakan antarmuka yang menarik secara visual, mudah dipahami, dan mudah digunakan.

Seorang desainer UI bertanggung jawab untuk menciptakan tampilan estetis yang menarik serta memberikan navigasi yang jelas dan efisien kepada pengguna.

Layout Antarmuka Pengguna (User Interface)

Layout desain UI merujuk pada tata letak elemen-elemen grafis dan fungsional dalam antarmuka pengguna. Ini melibatkan pengaturan posisi, ukuran, dan hubungan visual antara elemen-elemen tersebut. Berikut adalah beberapa prinsip, teknik, dan contoh penerapan yang terkait dengan layout desain UI.

Prinsip-prinsip Layout UI

  • Keseimbangan
  • Penekanan
  • Proporsi
  • Rhythm
  • Keterbacaan
  • Ruang negatif

 

Teknik-teknik Layout UI

  • Grid System
  • Hierarchy
  • Grouping
  • Visual Flow

 

Contoh Penerapan Layout

  • Tata Letak Kartu
  • Tata Letak Berbasis Kolom
  • Menu Navigasi
  • Pengelompokan Informasi

 

Baca Juga : Teknik Layout Dalam Desain UI/ UX

Typography Desain UI

Typography dalam desain UI mengacu pada pemilihan, pengaturan, dan penggunaan huruf atau teks dalam antarmuka pengguna. Ini mencakup aspek-aspek seperti jenis huruf, ukuran, gaya, pengaturan spasi, dan hirarki visual.

Prinsip-prinsip Typography Desain UI

  • Konsistensi
  • Keterbacaan
  • Hirarki
  • Ruang negatif

 

Teknik-teknik Typography

  • Penggunaan Jenis Huruf yang Tepat
  • Hierarchy Teks
  • Penekanan Teks
  • Pengaturan Spasi yang Tepat

 

Contoh Penerapan Typography

  • Penggunaan Judul yang Menonjol
  • Pengaturan Teks untuk Keterbacaan yang Baik
  • Penekanan pada Tautan

 

Baca Juga : Typography Desain UI/UX untuk Menciptakan Konsistensi

Color Theory

Dalam desain UI melibatkan pemahaman tentang hubungan antara warna, penggunaan warna yang efektif, dan dampak psikologisnya terhadap pengguna dapat memberikan visual yang menarik.

Prinsip-prinsip Color Theory Desain UI

  • Kontras
  • Harmoni
  • Emosi dan Psikologi Warna
  • Kesesuaian dengan Merek atau Tema

 

Teknik-teknik Color Theory

  • Pemilihan Palet Warna
  • Kontras Warna
  • Gradasi Warna
  • Warna sebagai Indikator Status

 

Iconography

Iconography dalam desain UI adalah penggunaan ikon atau simbol yang mudah dikenali untuk menyampaikan informasi, mengarahkan interaksi, atau memvisualisasikan konsep dalam antarmuka pengguna.

Prinsip-prinsip Iconography

Kejelasan: Ikon harus mudah dikenali dan dimengerti oleh pengguna. Desainer harus memilih ikon yang mewakili konsep atau aksi secara intuitif.

Kesederhanaan: Ikon harus sederhana dan memiliki bentuk yang jelas. Menghindari terlalu banyak detail atau kompleksitas yang dapat membingungkan pengguna.

Konsistensi: Menggunakan ikon yang konsisten dalam arti dan tampilan di seluruh antarmuka. Hal ini membantu pengguna untuk mengenali dan mengaitkan ikon dengan tindakan atau informasi yang sama di berbagai bagian antarmuka.

Konteks: Menggunakan ikon yang relevan dengan konteks penggunaan. Ikon harus menggambarkan tindakan atau informasi yang sesuai dengan tujuan dan konteks pengguna saat itu.

Teknik-teknik Iconography

Simbol Universal: Menggunakan ikon yang diakui secara luas dan terkait dengan makna yang umum. Misalnya, menggunakan gambar pensil untuk mengindikasikan pengeditan atau gambar panah ke atas untuk menunjukkan peningkatan.

Simplicity: Menggunakan bentuk-bentuk sederhana dan jelas untuk ikon. Menghindari terlalu banyak detail yang dapat mengaburkan makna dan kesederhanaan ikon.

Consistency in Style: Memilih gaya ikon yang konsisten dengan keseluruhan antarmuka. Misalnya, jika antarmuka menggunakan ikon dengan gaya flat, pastikan semua ikon dalam antarmuka mengikuti gaya yang sama.

BACA JUGA  12 Tips Membuat Landing Page Iklan Facebook Berkonversi Tinggi

Negative Space: Memanfaatkan ruang negatif di dalam ikon untuk memperjelas bentuk dan memberikan kesan visual yang lebih jelas.

Visual Hierarchy

Visual Hierarchy dalam desain UI adalah pengaturan elemen-elemen antarmuka dengan cara yang memandu mata pengguna untuk memahami informasi dengan jelas dan mengidentifikasi elemen yang paling penting. Ini melibatkan penggunaan prinsip-prinsip dan teknik-teknik tertentu untuk menciptakan hierarki visual yang efektif.

Prinsip-prinsip Visual Hierarchy

Dominasi: Menciptakan elemen yang dominan secara visual untuk menarik perhatian pengguna. Hal ini dilakukan dengan menggunakan ukuran yang lebih besar, warna yang mencolok, atau gaya yang berbeda pada elemen-elemen yang paling penting.

Kontras: Menciptakan perbedaan visual yang jelas antara elemen-elemen dengan menggunakan perbedaan warna, ukuran, atau gaya. Ini membantu membedakan elemen-elemen dan menyoroti informasi yang paling penting.

Konsistensi: Menggunakan elemen-elemen yang konsisten dalam tampilan dan perilaku di seluruh antarmuka untuk membantu pengguna memahami dan memprediksi bagaimana berinteraksi dengan elemen-elemen tersebut.

Susunan dan Ruang: Mengatur elemen-elemen secara visual dengan penempatan yang tepat dan penggunaan ruang yang memadai untuk membangun struktur dan keteraturan dalam antarmuka.

Teknik-teknik Visual Hierarchy

Ukuran: Menggunakan perbedaan ukuran untuk menunjukkan hierarki informasi. Elemen yang lebih besar biasanya dianggap lebih penting daripada elemen yang lebih kecil.

Warna: Menggunakan perbedaan warna untuk menyoroti elemen penting atau mengarahkan perhatian pengguna. Warna yang mencolok atau berbeda dapat menarik perhatian dengan cepat.

Kontras dan Kepentingan Visual: Menggunakan perbedaan gaya atau efek visual seperti garis, bayangan, atau teks yang tebal untuk menyoroti elemen yang paling penting atau menarik perhatian pengguna.

Spasi dan Pemisahan: Menggunakan ruang kosong atau pemisahan antara elemen-elemen untuk membedakan antara mereka dan memberikan keteraturan visual. Ruang yang tepat juga membantu menghindari kebingungan atau kesan yang terlalu padat.

Contoh Penerapan Visual Hierarchy

Header dan Judul: Menggunakan ukuran yang lebih besar, warna yang mencolok, atau gaya yang berbeda pada judul atau header untuk menarik perhatian pengguna dan memberikan informasi utama tentang halaman atau bagian.

Tombol Tindakan: Menggunakan ukuran yang lebih besar, warna yang mencolok, dan kontras visual untuk tombol tindakan penting seperti “Beli Sekarang” atau “Daftar”.

Menampilkan Konten: Menggunakan susunan dan ruang yang tepat untuk memisahkan elemen-elemen konten, seperti judul, paragraf, dan gambar. Memastikan judul memiliki ukuran yang lebih besar daripada paragraf, dan memberikan ruang yang cukup di antara elemen untuk memudahkan pembacaan dan pemahaman.

Pemilihan dan Penekanan: Menggunakan warna atau gaya yang berbeda untuk menyoroti elemen yang dipilih, seperti teks tautan atau kata kunci yang relevan. Ini membantu pengguna untuk dengan cepat mengidentifikasi dan menavigasi ke bagian yang diinginkan.

Hierarki Menu Navigasi: Menggunakan perbedaan ukuran atau gaya teks untuk menunjukkan hierarki menu navigasi, dengan menu utama memiliki ukuran yang lebih besar atau tampil dengan warna yang mencolok, sedangkan sub-menu atau opsi yang lebih spesifik memiliki ukuran yang lebih kecil atau tampil dengan gaya yang berbeda.

Breadcrumbs: Menggunakan tata letak horizontal dan pemisahan yang jelas antara elemen breadcrumbs untuk membantu pengguna dalam melacak lokasi dan navigasi mereka dalam antarmuka.

Sumber Daya Grafis: Menggunakan ukuran, warna, atau gaya yang berbeda untuk membedakan jenis sumber daya grafis, seperti foto, video, atau ikon, sehingga pengguna dapat dengan cepat mengenali dan menginterpretasikan konten visual yang disajikan.

Penerapan yang baik dari prinsip-prinsip Visual Hierarchy membantu pengguna dalam memahami dan berinteraksi dengan antarmuka dengan lebih mudah. Melalui penggunaan ukuran, warna, kontras, dan pengaturan ruang yang tepat, desainer UI dapat mengarahkan perhatian pengguna, menyoroti informasi yang penting, dan menciptakan hierarki yang jelas dalam desain antarmuka.

Desain UX (User Experience)

Desain UX berkaitan dengan pengalaman keseluruhan yang dirasakan oleh pengguna saat berinteraksi dengan suatu produk atau layanan. Dalam hal ini mencakup aspek-aspek seperti kemudahan penggunaan, kenyamanan, kepuasan, dan efektivitas dalam mencapai tujuan pengguna.

Desain UX melibatkan pemahaman yang mendalam tentang kebutuhan, motivasi, dan perilaku pengguna. Tujuannya adalah menciptakan pengalaman yang positif, memuaskan, dan relevan bagi pengguna.

BACA JUGA  Desain Sistem UI/UX: Konsistensi, Efisiensi, & Kualitas

1. User Research

Dalam desain UX, penelitian pengguna menjadi langkah pertama yang krusial. Agar dapat menciptakan pengalaman pengguna yang memuaskan, penting bagi tim desain untuk memahami kebutuhan, preferensi, dan harapan pengguna.

Melalui penelitian pengguna, tim desain dapat mengumpulkan wawasan berharga yang membantu mereka membuat keputusan yang didasarkan pada data dan membangun produk yang lebih relevan.

Penelitian pengguna melibatkan berbagai metode, seperti wawancara pengguna, observasi langsung, dan survei. Dalam wawancara pengguna, desainer berinteraksi langsung dengan pengguna potensial untuk memahami masalah yang mereka hadapi, harapan mereka terhadap produk, dan preferensi pengguna.

Observasi langsung memungkinkan tim desain untuk melihat pengguna secara langsung saat mereka berinteraksi dengan produk serupa atau dalam situasi sebenarnya. Selain itu, survei dapat digunakan untuk mengumpulkan data dari sejumlah besar pengguna potensial secara efisien.

Dengan memperoleh wawasan yang mendalam tentang pengguna, tim desain dapat membuat keputusan desain yang lebih terarah dan efektif. Hal ini membantu menghindari asumsi dan menciptakan pengalaman pengguna yang lebih relevan serta memenuhi kebutuhan pengguna potensial.

2. Struktur Informasi

Langkah kedua yaitu struktur informasi, langkah ini merupakan elemen penting dalam desain UX. Selain itu, struktur informasi yang baik membantu pengguna untuk dengan mudah menavigasi dan memahami informasi yang di sajikan.

Dalam mengembangkan struktur informasi yang efektif, desainer perlu memikirkan bagaimana informasi akan disusun, dikelompokkan, dan disajikan kepada pengguna.

Pertama, desainer harus memahami hierarki informasi yang ada. Mereka perlu mengidentifikasi informasi inti dan membedakannya dari informasi yang lebih mendetail atau tersirat. Dengan menetapkan hierarki yang jelas, pengguna dapat dengan cepat menemukan informasi yang mereka cari.

Selain itu, penggunaan kategori dan label yang jelas juga penting dalam mengatur informasi. Kategori membantu mengelompokkan informasi yang serupa sedangkan label yang jelas membantu pengguna dalam memahami konteks informasi yang disajikan.

Terakhir, penggunaan navigasi yang intuitif juga merupakan bagian penting dari struktur informasi. Navigasi yang baik memudahkan pengguna dalam menjelajahi produk dan menemukan informasi yang mereka butuhkan tanpa kesulitan.

3. User Flow

Kemudian user flow adalah representasi visual dari langkah-langkah yang diambil oleh pengguna saat berinteraksi dengan produk. User flow membantu desainer memahami perjalanan pengguna dalam menggunakan produk dari awal hingga akhir.

Dengan memahami user flow, desainer dapat mengidentifikasi potensi hambatan atau kesulitan yang mungkin dialami oleh pengguna. Selain itu desainer dapat memastikan bahwa pengalaman pengguna berjalan dengan lancar dan intuitif.

Untuk membuat user flow yang efektif, desainer harus mempertimbangkan langkah-langkah kunci yang akan diambil oleh pengguna dalam mencapai tujuan mereka. Ini melibatkan identifikasi tugas utama yang harus dilakukan oleh pengguna, seperti mendaftar, mencari informasi, atau melakukan pembelian.

Selain itu, desainer juga harus memperhatikan percabangan dalam perjalanan pengguna, di mana pengguna dapat mengambil berbagai jalur berbeda berdasarkan pilihan atau keputusan yang mereka buat.

Dalam pembuatan user flow, desainer menggunakan simbol dan ikon yang dapat mempresentasikan langkah-langkah dan koneksi antara mereka. User flow dapat digambarkan dalam bentuk diagram atau bagan yang mudah dipahami oleh tim desain dan pemangku kepentingan lainnya.

Dengan menggunakan user flow, desainer dapat memvisualisasikan interaksi pengguna secara holistik dan mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana pengguna berinteraksi dengan produk. Ini membantu mereka mengidentifikasi area yang memerlukan perbaikan atau penyempurnaan, serta memastikan bahwa pengalaman pengguna secara keseluruhan optimal dan memuaskan.

4. Wireframing

Wireframe adalah representasi visual yang sederhana dan kasar dari tata letak, struktur, dan elemen-elemen utama yang ada dalam produk.

Dalam pembuatan wireframe, desainer fokus pada pengaturan elemen-elemen antarmuka tanpa memperhatikan detail-desain yang mendalam. Wireframe sering kali menggunakan bentuk geometris sederhana, seperti kotak dan lingkaran, untuk menggambarkan komponen seperti tombol, gambar, teks, dan area konten.

Tujuan utama wireframing adalah untuk menyusun dan mengorganisasi elemen-elemen antarmuka secara jelas dan intuitif. Wireframe membantu desainer dan pemangku kepentingan lainnya memahami struktur dan alur informasi yang ada dalam produk. Hal ini juga memungkinkan mereka untuk memvalidasi dan menguji konsep sebelum berinvestasi dalam pengembangan yang lebih rinci.

BACA JUGA  12 Tips Membuat Landing Page Iklan Facebook Berkonversi Tinggi

Wireframe dapat digambar secara manual maupun menggunakan alat desain khusus. Beberapa alat wireframing populer termasuk Adobe XD, Sketch, atau Figma. Desainer dapat berkolaborasi dengan tim pengembang atau pemangku kepentingan lainnya untuk mendapatkan umpan balik dan iterasi yang diperlukan sebelum melanjutkan ke tahap berikutnya.

5. Prototyping

Setelah desainer telah membuat wireframe yang solid, langkah berikutnya dalam proses desain UX adalah membuat prototipe. Prototyping adalah pembuatan representasi interaktif dari produk yang mendekati pengalaman pengguna yang sebenarnya. Ini memungkinkan pengguna untuk berinteraksi dengan produk dalam skala yang lebih realistis sebelum pengembangan yang lengkap.

Prototipe dapat dibuat dalam berbagai tingkatan kompleksitas, mulai dari prototipe sederhana dengan fungsi terbatas hingga prototipe yang lebih maju dengan interaksi yang lebih lengkap. Prototyping memungkinkan desainer dan tim untuk menguji konsep, mengumpulkan umpan balik pengguna, dan mengidentifikasi kelemahan atau area perbaikan sebelum melanjutkan ke tahap pengembangan yang lebih lanjut.

Dalam membuat prototipe, desainer dapat menggunakan alat desain khusus untuk membuat antarmuka yang interaktif, seperti Adobe XD, Figma, atau Proto.io. Pada dasarnya prototipe dapat mencakup berbagai elemen, seperti tombol yang dapat diklik, formulir yang dapat diisi, navigasi, animasi, dan transisi antarhalaman. Semakin realistis prototipe yang dibuat, semakin mendekati pengalaman pengguna yang sebenarnya.

Selain itu, prototyping juga memungkinkan desainer untuk berkolaborasi dengan tim pengembang, pengguna, dan pemangku kepentingan lainnya untuk mendapatkan umpan balik yang berharga. Informasi ini dapat digunakan untuk melakukan perbaikan dan perubahan pada desain sebelum diluncurkan secara resmi.

6. Usability Testing

Usability testing adalah metode penting dalam proses desain UX yang bertujuan untuk mengukur sejauh mana pengguna dapat menggunakan produk dengan efektif, efisien, dan memuaskan.

Dalam usability testing, pengguna potensial diundang untuk menggunakan prototipe atau produk yang sebenarnya, sementara observasi dan pengukuran dilakukan untuk memahami pengalaman pengguna.

Dalam usability testing, biasanya pengguna diberikan tugas dan skenario tertentu untuk diselesaikan menggunakan produk yang sedang diuji. Pada intinya desainer dan peneliti harus mengamati bagaimana pengguna berinteraksi, mengidentifikasi kesulitan, dan memperoleh umpan balik pengguna tentang pengalaman mereka.

Usability testing dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, mulai dari sesi pengujian satu lawan satu hingga pengujian kelompok yang melibatkan beberapa peserta.

Data yang dikumpulkan dari usability testing dapat memberikan wawasan berharga tentang masalah atau kesulitan yang dihadapi oleh pengguna, serta memberikan panduan untuk perbaikan dan iterasi lebih lanjut pada desain.

Selama proses usability testing, desainer juga dapat mengumpulkan data kuantitatif dan kualitatif yang membantu dalam memahami efektivitas desain. Kemudian data kuantitatif dapat mencakup metrik seperti waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas, jumlah kesalahan yang terjadi, atau tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan yang ditetapkan.

Data kualitatif, di sisi lain, melibatkan umpan balik verbal atau tulisan dari pengguna mengenai pengalaman mereka, persepsi mereka tentang desain, dan saran untuk perbaikan.

Usability testing dapat dilakukan secara berulang dalam proses desain iteratif. Desainer dapat mengambil hasil dari sesi usability testing pertama untuk melakukan perubahan pada desain, kemudian menguji ulang perubahan tersebut dalam sesi usability testing berikutnya.

Hal ini memungkinkan desainer untuk secara progresif meningkatkan pengalaman pengguna dan menghilangkan masalah atau kesulitan yang ditemukan.

7. Desain Iteratif

Desain iteratif adalah pendekatan dalam proses desain UX yang melibatkan siklus pengulangan berulang untuk mengembangkan dan memperbaiki desain. Ini memungkinkan desainer untuk terus menguji, menerima umpan balik, dan mengoptimalkan desain berdasarkan pengalaman pengguna sebelumnya.

Pendekatan ini memperhatikan bahwa desain yang efektif tidak selalu terjadi dalam satu percobaan, tetapi memerlukan proses evolusi yang berkelanjutan.

Dalam desain iteratif, desainer mulai dengan tahap awal, seperti user research berikut pengumpulan informasi tentang pengguna dan kebutuhan mereka. Kemudian, berdasarkan penelitian tersebut, desainer membuat struktur informasi, user flow, dan wireframe sebagai representasi awal desain. Setelah itu, prototipe dibuat untuk mendapatkan umpan balik dari pengguna potensial.

Guwita Karim
Guwita Karim
Content Writer & Digital Marketing
RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Most Popular

Recent Comments